Senin, 19 Juli 2010

Journey to the Wasteland (Tamasya ke tempat yang terbuang)























Tidak banyak orang yang tahan berlama-lama berada di daerah tempat pembuangan sampah, di gurun pasir yang tandus, atau di pulau terpencil tanpa infrastruktur. Tapi selalu ada bentuk kehidupan dan harapan bahkan di tempat-tempat yang ditinggalkan ; mikroba hidup di tempat penguraian, suku pengembara hidup nomaden di padang pasir, binatang-binatang eksotik hidup berkelompok di pulau tak berpenghuni. Tidak semua yang ditinggalkan berarti kenestapaan. Dan di ruang lingkup investasi pasar modal yang ditinggalkan bisa berarti saham-saham tidur, saham-saham yang dihargai murah dan tidak diacuhkan oleh investor dan trader. Tidak banyak yang sudi mendekati saham-saham seperti ini, meskipun belum tentu semua saham yang ditinggalkan adalah benar-benar tanpa-nilai dan tidak berharga. Beberapa bisa saja menjadi barang berkilau setelah disepuh dengan sedikit polesan, dan sebagai investor-trader dengan semangat petualang tentu kita tidak membatasi ide-ide dan ke area mana saja kita menginvestasikan dana kita, setidaknya pikiran kita terbuka untuk segala kesempatan investasi. Tentu saja setelah penelaahan dan pertimbangan seksama sebelum membuat keputusan investasi/trading. Maka hari ini kita akan berjalan-jalan ke area saham-saham terbuang dan dengan sedikit harapan siapa tau kita bisa mendapat sedikit oleh-oleh diantara tumpukan sampah yang bisa dibawa pulang dan dipertimbangkan untuk masuk menjadi bidikan dalam keranjang investasi kita.



Terbuang = dicampakkan (tidak termasuk LQ 45) dan Tertinggal dari pasar (Beta saham <1)


Tercatat hingga saat ini ada sekitar 409 saham yang diperdagangkan di bursa efek Indonesia, namun umumnya investor baik institusi maupun ritel hanya familiar dan bertransaksi pada saham-saham aktif yang dimasukkan dalam daftar saham LQ 45 yang dirilis oleh BEI. Saham di luar LQ 45 apalagi yang transaksi hariannya minim dan sepi sehingga seringkali tidak dilirik oleh investor , bahkan tidak di”cover” oleh analis dan broker dalam pilihan rekomendasi pembelian-penjualan. Ini adalah saham-saham yang dicampakkan dan cenderung dihindari oleh kebanyakan pemodal.

Sementara terbuang dalam perspektif portfolio modern berarti bergerak tidak seiring pasar. Ini didefinisikan dengan Beta saham terhadap pasar dibawah 1.0 , dalam periode bearish saham seperti ini dapat dikategorikan defensif karena turun tidak sedrastis penurunan pasar (IHSG). Namun sebaliknya dalam kondisi pasar bullish maka saham dengan Beta dibawah 1.0 juga tidak naik se”agresif” kenaikan pasar (IHSG), kebanyakan saham yang atraktif dan ramai diperdagangkan memiliki Beta tinggi dan berkisar rata-rata diatas 1.2 yang berarti pada kondisi pasar bullish dapat diasumsikan kenaikan 10% pada indeks saham dalam satu semester berarti 12% kenaikan pada saham dengan Beta 1.2 secara individu. Kedua kondisi tersebut (tidak termasuk LQ 45 dan memiliki Beta rendah) dapat kita umpamakan saham-saham di area yang terbuang (Wasteland), tapi tidak semua yang terbuang itu tak berharga kan?. Mungkin beberapa yang cukup bernilai masih bisa didapatkan diantara tumpukan saham yang “terbuang”.


Menyaring yang baik dari yang busuk


Tentu saja tidak semua puing yang digali dari reruntuhan dapat dirubah menjadi benda antik bernilai tinggi, begitupun dalam mencari saham berharga diantara tumpukan yang dicampakkan tidak semua dapat diambil, perlu pengamatan lanjutan untuk dapat memilah yang memiliki potensi untuk dijadikan alternatif investasi. Selain criteria utama yaitu diluar LQ 45 dan memiliki Beta saham dibawah 1.2 Kita akan menggunakan beberapa kriteria tambahan antara lain ;

1 ) Debt to Equity Ratio dibawah 150 %, ini sebagai syarat keamanan dimana hutang yang dimiliki oleh perseroan terhadap ekuitas seyogyanya tidak terlalu tinggi sehingga kita terlindungi dari ancaman kebangkrutan dan belitan hutang berkelanjutan (Insolvency and Debt Overhang situation).

2 ) Altman Z Score diatas zona aman, masih sebagai bagian dari aspek keamanan dan tindakan preventif terhadap kebangkrutan. Ini adalah rasio yang ditemukan oleh Edward Altman yang merupakan Profesor Finance dari NYU. Untuk perusahaan di Negara berkembang Z Score diatas 2.6 dapat dikategorikan aman, 1.8 – 2.6 dapat dikategorikan “waspada” dan dibawah 1.8 dapat diprediksikan akan mengalami kebangkrutan dalam waktu dekat.

3 ) P/S (Price to Sales), P/B (Price to Book) rendah, kali ini kita tidak akan menggunakan P/E (Price to Earning) sebagai kriteria seleksi. Melainkan P/B rendah agar nilai aset yang dibeli P/S dengan alasan bahwa perusahaan dengan P/S rendah biasanya memiliki prospek lumayan namun marjin operasinya belum terlalu bagus. Jika dia dapat meningkatkan marjin operasinya sedikit saja maka bottomline dapat naik signifikan meski penjualan flat (earning jump derived from margin expansion) dan pada akhirnya ia juga akan menjadi atraktif jika dipandang dari perspektif P/E.

4 ) ROE (Return On Equity) dan OPM (Operating Profit Margin) positif, ROE sebagai ukuran produktifitas ekuitas, setidaknya ROE harus berada diatas tingkat bunga deposito yang di kisaran 6-6.5 %. OPM disyaratkan diatas 8% karena meski perusahaan yang kita beli adalah perusahaan yang tidak terlalu bagus. Kita tidak ingin dia berubah menjadi rugi dan akhirnya berjalan menuju kebangkrutan. Operating Margin harus positif dan lebih lebar dari 8% agar kita terlindungi dari situasi buruk ketika industrinya terkena sentiment negatif dan marjin operasi tertekan ia masih dapat membukukan marjin operasi positif dan mencetak laba.

5 ) DPS (Dividend per Share)dan CFS (CashFlow per Share) positif, meski membukukan laba perusahaan harus membukukan Cashflow yang positif sebagai tanda bahwa laba yang tercatat secara akuntansi benar-benar didapatkan secara kas. Kita juga ingin melihat kemungkinan adanya CFS yang lebih tinggi dari EPS (Earning per Share) sebagai tanda bahwa sebagian dari beban yang dikeluarkan secara akuntansi sebenarnya bersifat non-kas seperti depresiasi dan amortisasi. CFS yang tinggi mengindikasikan perusahaan menghasilkan kas besar dari operasinya dan dapat digunakan untuk meningkatkan nilai perseroan. Sementara DPS yang positif dapat diartikan sebagai kesediaan dari perusahaan untuk membagi kekayaannya secara tunai kepada pemegang saham publik.

Beberapa potensi yang tersaring
Kami mendapatkan beberapa nama-namayang paling menarik berdasarkan hasil kriteria seleksi yang digunakan. Diantaranya SCMA,PJAA,MICE,CPIN,ASGR. Memang tidak ada saham yang mutlak unggul di semua aspek seleksi, namun saham-saham dengan 3 atau lebih nilai positif dapat dikategorikan berpotensi untuk nantinya membukukan kinerja yang baik dan dapat dilirik oleh investor lebih luas ;

PJAA misalnya bergerak di bidang hiburan dan rekreasi, sahamnya dimiliki oleh Pemda dan memiliki kinerja yang tidak buruk D/E ratio di 21 %, dihargai dibawah nilai buku meski ROEnya mendekati 15% namun tergolong royal membagikan dividen karena CFSnya besar bahkan lebih tinggi dari laba dan struktur neracanya tergolong sehat dengan Z ratio diatas 3.

MICE merupakan distributor kosmetik dan produsen produk bayi merk “pigeon” yang sudah beroperasi cukup lama di Indonesia. ROE tergolong biasa-biasa saja namun kualitas asset cukup aman dengan Z score mencapai 4.64 Hutangnya amat kecil dengan P/S yang rendah dan CFS yang cukup baik. Jika ia dapat menjaga asset turnover sekaligus meningkatkan marjin operasi maka laba bersih dapat terdongkrak signifikan dan tentu saja dividen yang dibagi juga akan menjadi semakin besar.

ASGR adalah anak usaha grup astra yang bergerak dibidang digital printing, Z score berada dalam kisaran sangat aman dan ROE cukup tinggi sehingga dengan CFS yang lebih tinggi dari laba maka ia berpotensi dapat menjaga dividen yang dibagi ke pemegang saham public. P/S yang rendah memungkinkan adanya kenaikan laba yang didasarkan dari ekspansi marjin operasi.

Masih ada beberapa nama lagi yang dapat dilihat dan dipelajari dari tabel seleksi yang telah saya susun, ini menunjukkan bahwa beberapa saham yang dikategorikan “terbuang” pun memiliki atribut yang tidak kalah dibanding beberapa nama yang lebih tenar. Indofood (INDF) misalnya dengan ROE 23 % dan P/S 1.0 memiliki Z ratio “hanya” 2.8, dimana SCMA yang atribut ROE dan P/Snya hampir sama dengan INDF memiliki Z ratio yang lebih tinggi dari INDF. PJAA dengan ROE 15% , P/S 1.0 dan Z score 3.1 misalnya tidak kalah dari Jasa Marga yang ROEnya 14.5 % P/S 1.0 dan Z score 1.7.

Melihat dan mempelajari hasil seleksi diantara saham-saham yang “terbuang” diatas. Kita mungkin dapat sampai kepada konklusi bahwa tidak semua yang terbuang memang pantas dicampakkan, dan tidak semua saham yang selama ini asing kita dengar memang tidak layak kita hiraukan. Beberapa bisa saja memang masih memilki nilai-nilai berharga. Mungkin lain kali ketika kita melihat di layar runningtrade dan salah satu dari nama-nama tersebut lewat dan naik rally secara signifikan kita tidak akan terlalu cepat mencibir “ah gorengan!.”. bisa jadi gorengan kali ini tidak mengandung banyak kolesterol dan masih ada nilai “gizi”nya. Maka anda akan mengingat perjalanan bersama saya mengunjungi tempat yang “terbuang”.










Salam untuk Kumpulan Terbuang yang (Bukan) Jalang !