Minggu, 03 Oktober 2010

Seribu Jalan Menuju α+ ( 2nd Note, Growth Investing )

Growth Investing ; “Pace is the trick”






“Why would anyone want to own a mediocre company just because it’s cheap, when you can own and live with great companies?” – T Rowe Price



Sejenak kilas balik ke kelas kalkulus anda dulu, teori velositas ; cara menentukan koordinat sebuah benda yang bergerak dalam garis lurus. derivat pertama adalah Kecepatan (Speed, Velocity) , dan derivat kedua adalah akselerasi (Acceleration). Jika dianalogikan maka Growth investing, salah satu dari pembagian klasik dua gaya investasi (Value dan Growth) adalah pendekatan yang berkonsentrasi pada derivat kedua yakni “akselerasi”. Growth Investing menekankan emphasis besar pada tingkat pertumbuhan perusahaan, lonjakan pendapatan, laba, skala bisnis etc. seringkali bahkan menafikan dogma valuasi kuantitatif historikal wajar yang biasanya di agungkan oleh penganut” Value Investing”.

Sejarah dan Asal mula Growth-Investing





T Rowe Price

Kebanyakan dari kita akan menyebut Philip Fisher jika ditanya mengenai siapa pionir dalam Growth Investing, ini merujuk pada pernyataan Warren Buffet yang kita semua pasti sudah familiar (“I am 80 % Graham and 20 % Fisher”- Buffet) , meski ini ada benarnya (dalam ranah akademis karena Philip Fisher adalah yang pertama menuangkannya dalam buku Common Stock & Uncommon Profit di 1958), di dunia professional pengelolaan investasi, Money Manager legendaris pertama di wallstreet yang menggunakan pendekatan “Growth Investing” adalah T Rowe Price, pendiri T Rowe Price Investment Firm (didirikan 1937) yang saat ini mengelola AUM lebih dari 268 Bn US$ (1st Q 2009). T Rowe Price mendefinisikan “Growth Stock” sebagai ; “Saham pada perusahaan yang telah menunjukkan pertumbuhan jangka panjang yang menguntungkan pada laba bersihnya (favourable underlying longterm earning growth) dan setelah dilakukan pengecekan dan studi yang lebih cermat dapat memberikan indikasi pertumbuhan sekuler lanjutan di masa mendatang”.

Dengan kata lain, saham sebagaimana didefinisikan oleh Rowe Price diatas umumnya berada di area atau sektor yang masih “baru dan subur”. Dibeli di tahap pertumbuhan awal perusahaan dan dipegang pada saat laba mulai menunjukkan tren kenaikan hingga tren kenaikannya memudar (maturing).


Run & Gun Investing (Part Investing-Part Trading).

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, problem terbesar pada gaya “Growth Investing” adalah tidak pernah ada perkiraan masa depan yang bisa benar-benar tepat, analis dan manajer investasi seringkali terlalu optimis dan konfiden, saham growth dihargai di level premium dan jika tingkat pertumbuhannya meleset, peluangnya adalah anda berakhir sebagai investor yang membeli perusahaan “sedikit diatas standar” namun di harga yang amat mahal. Saya kenal beberapa teman dan manajer investasi yang menggunakan gaya ini untuk portfolionya, tapi kebanyakan dari mereka juga memiliki karakteristik trader yang disiplin, pada awalnya mereka melakukan due diligence dan analisis bottom-up yang cukup detail, parameter yang dicari ; kemungkinan “earning growth”, “earning acceleration”, earning surprises” (price multiple urusan belakangan). Namun biasanya para pemain growth ini punya disiplin yang ketat untuk “mundur” dan “jual” ketika scenario pertumbuhan perusahaan tidak berjalan sesuai yang diharapkan.



IDX sample case ; Figuring the next wave of growth, and ride it up.

Ok, kita sudah ulas bahwa growth investing adalah tentang fokus kepada derivat ke 2 dari teori kecepatan (akselerasi = earning growth and surprises). Atau jika ingin disederhanakan, kita cari perusahaan yang ;

• Velocity ; dijual dibawah forward earning rata2 pasar namun memiliki kualitas perusahaan yang baik (premium ROE) dan

• Acceleration ; memiliki ekspektasi pertumbuhan laba diatas rata-rata pasar.

Lalu dimana kita mencari sektor yang akan tumbuh dan mencoba mengaplikasikan strategi growth di bursa efek Indonesia ? ;


Demography Engine

Indonesia adalah Negara bertumbuh dengan demografi penduduk usia produktif (dan konsumtif) yang masif, sensus BPS 2010 memberikan data bahwa 45 % dari 240 juta penduduk di Indonesia adalah pada usia 15-39 Tahun dan sedang mengalami peningkatan kelas ekonomi dan daya beli. Jadi sektor dengan eksposur langsung terhadap segmen monster-market ini akan memiliki prospek pertumbuhan yang optimal.

Low Rate Environment Fuel

Indonesia sedang menikmati rezim suku bunga rendah sebagai kombinasi dari membaiknya struktur ekonomi dan rendahnya suku bunga di pasar global. Yang berarti tingkat pembiayaan atas konsumsi dari pasar massal sedang berada pada tingkat yang relatif rendah justru di saat permintaan membludak akibat dari bertambahnya penduduk usia produktif dan daya beli konsumsi yang meningkat karena pertumbuhan ekonomi. Sektor konsumsi, otomotif, properti, perbankan dan pembiayaan memiliki eksposur langsung terhadap gelombang prospek tersebut. Namun tidak semuanya memiliki upside potensial yang cukup tinggi di level harga saat ini yang sudah semakin tinggi (IDX pada posisi 3500 dengan forward PE ratio 15-15.5 X).

Dihargai dibawah forward earning IDX namun dengan prospek pertumbuhan diatas 15%?





dari beberapa sektor yang disebutkan diatas, salah satu yang memenuhi kriteria potensial sebagai sektor dengan saham-saham growth adalah sektor pembiayaan (multifinance), menarik karena cenderung belum dilirik banyak pihak namun memiliki eksposur langsung terhadap mass-market dan low rate environment. Banyak orang beranggapan multifinance lebih beresiko dari perbankan namun data BI menyebutkan rata2 NPL untuk kredit konsumsi multifinance saat ini berkisar 2.0 % atau dibawah rata-rata perbankan yang sebesar 3.3 %. Dengan ruang pertumbuhan dan margin usaha yang masih cukup tinggi, oleh karena itu banyak Bank besar tanah air saat ini membeli atau mendirikan perusahaan multifinance sebagai sarana penyaluran kredit sekaligus mendongkrak ruang pertumbuhan usaha mereka. Pemain utama di segmen multifinance adalah perushaan leasing grup astra (Astra Sedaya) dengan tingkat profitabilitas dan kualitas aset yang sangat baik, sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing dan memiliki rating obligasi yang sangat baik. namun sayangnya tidak listing di BEI. dua nama potensial lain di sektor pembiayaan adalah Adira Multifinance dan BFI finance, dua-duanya dimiliki dan di back-up kepemilikannya oleh institusi besar, memiliki GCG yang cukup baik, model bisnis yang cukup baik tercermin dari ROE yang diatas rata-rata, namun dengan tingkat potensi pertumbuhan laba jauh diatas rata-rata saham IDX. Sebagaimana mungkin guru matematika SMA anda akan berkata ; “Big Leap is on the 2nd derivation of speed, Acceleration !”.




Semper Excelsius, Semper Fidelis, Semper Invicta!


Bagus.P.Perdana, Jakarta 2010

Senin, 19 Juli 2010

Journey to the Wasteland (Tamasya ke tempat yang terbuang)























Tidak banyak orang yang tahan berlama-lama berada di daerah tempat pembuangan sampah, di gurun pasir yang tandus, atau di pulau terpencil tanpa infrastruktur. Tapi selalu ada bentuk kehidupan dan harapan bahkan di tempat-tempat yang ditinggalkan ; mikroba hidup di tempat penguraian, suku pengembara hidup nomaden di padang pasir, binatang-binatang eksotik hidup berkelompok di pulau tak berpenghuni. Tidak semua yang ditinggalkan berarti kenestapaan. Dan di ruang lingkup investasi pasar modal yang ditinggalkan bisa berarti saham-saham tidur, saham-saham yang dihargai murah dan tidak diacuhkan oleh investor dan trader. Tidak banyak yang sudi mendekati saham-saham seperti ini, meskipun belum tentu semua saham yang ditinggalkan adalah benar-benar tanpa-nilai dan tidak berharga. Beberapa bisa saja menjadi barang berkilau setelah disepuh dengan sedikit polesan, dan sebagai investor-trader dengan semangat petualang tentu kita tidak membatasi ide-ide dan ke area mana saja kita menginvestasikan dana kita, setidaknya pikiran kita terbuka untuk segala kesempatan investasi. Tentu saja setelah penelaahan dan pertimbangan seksama sebelum membuat keputusan investasi/trading. Maka hari ini kita akan berjalan-jalan ke area saham-saham terbuang dan dengan sedikit harapan siapa tau kita bisa mendapat sedikit oleh-oleh diantara tumpukan sampah yang bisa dibawa pulang dan dipertimbangkan untuk masuk menjadi bidikan dalam keranjang investasi kita.



Terbuang = dicampakkan (tidak termasuk LQ 45) dan Tertinggal dari pasar (Beta saham <1)


Tercatat hingga saat ini ada sekitar 409 saham yang diperdagangkan di bursa efek Indonesia, namun umumnya investor baik institusi maupun ritel hanya familiar dan bertransaksi pada saham-saham aktif yang dimasukkan dalam daftar saham LQ 45 yang dirilis oleh BEI. Saham di luar LQ 45 apalagi yang transaksi hariannya minim dan sepi sehingga seringkali tidak dilirik oleh investor , bahkan tidak di”cover” oleh analis dan broker dalam pilihan rekomendasi pembelian-penjualan. Ini adalah saham-saham yang dicampakkan dan cenderung dihindari oleh kebanyakan pemodal.

Sementara terbuang dalam perspektif portfolio modern berarti bergerak tidak seiring pasar. Ini didefinisikan dengan Beta saham terhadap pasar dibawah 1.0 , dalam periode bearish saham seperti ini dapat dikategorikan defensif karena turun tidak sedrastis penurunan pasar (IHSG). Namun sebaliknya dalam kondisi pasar bullish maka saham dengan Beta dibawah 1.0 juga tidak naik se”agresif” kenaikan pasar (IHSG), kebanyakan saham yang atraktif dan ramai diperdagangkan memiliki Beta tinggi dan berkisar rata-rata diatas 1.2 yang berarti pada kondisi pasar bullish dapat diasumsikan kenaikan 10% pada indeks saham dalam satu semester berarti 12% kenaikan pada saham dengan Beta 1.2 secara individu. Kedua kondisi tersebut (tidak termasuk LQ 45 dan memiliki Beta rendah) dapat kita umpamakan saham-saham di area yang terbuang (Wasteland), tapi tidak semua yang terbuang itu tak berharga kan?. Mungkin beberapa yang cukup bernilai masih bisa didapatkan diantara tumpukan saham yang “terbuang”.


Menyaring yang baik dari yang busuk


Tentu saja tidak semua puing yang digali dari reruntuhan dapat dirubah menjadi benda antik bernilai tinggi, begitupun dalam mencari saham berharga diantara tumpukan yang dicampakkan tidak semua dapat diambil, perlu pengamatan lanjutan untuk dapat memilah yang memiliki potensi untuk dijadikan alternatif investasi. Selain criteria utama yaitu diluar LQ 45 dan memiliki Beta saham dibawah 1.2 Kita akan menggunakan beberapa kriteria tambahan antara lain ;

1 ) Debt to Equity Ratio dibawah 150 %, ini sebagai syarat keamanan dimana hutang yang dimiliki oleh perseroan terhadap ekuitas seyogyanya tidak terlalu tinggi sehingga kita terlindungi dari ancaman kebangkrutan dan belitan hutang berkelanjutan (Insolvency and Debt Overhang situation).

2 ) Altman Z Score diatas zona aman, masih sebagai bagian dari aspek keamanan dan tindakan preventif terhadap kebangkrutan. Ini adalah rasio yang ditemukan oleh Edward Altman yang merupakan Profesor Finance dari NYU. Untuk perusahaan di Negara berkembang Z Score diatas 2.6 dapat dikategorikan aman, 1.8 – 2.6 dapat dikategorikan “waspada” dan dibawah 1.8 dapat diprediksikan akan mengalami kebangkrutan dalam waktu dekat.

3 ) P/S (Price to Sales), P/B (Price to Book) rendah, kali ini kita tidak akan menggunakan P/E (Price to Earning) sebagai kriteria seleksi. Melainkan P/B rendah agar nilai aset yang dibeli P/S dengan alasan bahwa perusahaan dengan P/S rendah biasanya memiliki prospek lumayan namun marjin operasinya belum terlalu bagus. Jika dia dapat meningkatkan marjin operasinya sedikit saja maka bottomline dapat naik signifikan meski penjualan flat (earning jump derived from margin expansion) dan pada akhirnya ia juga akan menjadi atraktif jika dipandang dari perspektif P/E.

4 ) ROE (Return On Equity) dan OPM (Operating Profit Margin) positif, ROE sebagai ukuran produktifitas ekuitas, setidaknya ROE harus berada diatas tingkat bunga deposito yang di kisaran 6-6.5 %. OPM disyaratkan diatas 8% karena meski perusahaan yang kita beli adalah perusahaan yang tidak terlalu bagus. Kita tidak ingin dia berubah menjadi rugi dan akhirnya berjalan menuju kebangkrutan. Operating Margin harus positif dan lebih lebar dari 8% agar kita terlindungi dari situasi buruk ketika industrinya terkena sentiment negatif dan marjin operasi tertekan ia masih dapat membukukan marjin operasi positif dan mencetak laba.

5 ) DPS (Dividend per Share)dan CFS (CashFlow per Share) positif, meski membukukan laba perusahaan harus membukukan Cashflow yang positif sebagai tanda bahwa laba yang tercatat secara akuntansi benar-benar didapatkan secara kas. Kita juga ingin melihat kemungkinan adanya CFS yang lebih tinggi dari EPS (Earning per Share) sebagai tanda bahwa sebagian dari beban yang dikeluarkan secara akuntansi sebenarnya bersifat non-kas seperti depresiasi dan amortisasi. CFS yang tinggi mengindikasikan perusahaan menghasilkan kas besar dari operasinya dan dapat digunakan untuk meningkatkan nilai perseroan. Sementara DPS yang positif dapat diartikan sebagai kesediaan dari perusahaan untuk membagi kekayaannya secara tunai kepada pemegang saham publik.

Beberapa potensi yang tersaring
Kami mendapatkan beberapa nama-namayang paling menarik berdasarkan hasil kriteria seleksi yang digunakan. Diantaranya SCMA,PJAA,MICE,CPIN,ASGR. Memang tidak ada saham yang mutlak unggul di semua aspek seleksi, namun saham-saham dengan 3 atau lebih nilai positif dapat dikategorikan berpotensi untuk nantinya membukukan kinerja yang baik dan dapat dilirik oleh investor lebih luas ;

PJAA misalnya bergerak di bidang hiburan dan rekreasi, sahamnya dimiliki oleh Pemda dan memiliki kinerja yang tidak buruk D/E ratio di 21 %, dihargai dibawah nilai buku meski ROEnya mendekati 15% namun tergolong royal membagikan dividen karena CFSnya besar bahkan lebih tinggi dari laba dan struktur neracanya tergolong sehat dengan Z ratio diatas 3.

MICE merupakan distributor kosmetik dan produsen produk bayi merk “pigeon” yang sudah beroperasi cukup lama di Indonesia. ROE tergolong biasa-biasa saja namun kualitas asset cukup aman dengan Z score mencapai 4.64 Hutangnya amat kecil dengan P/S yang rendah dan CFS yang cukup baik. Jika ia dapat menjaga asset turnover sekaligus meningkatkan marjin operasi maka laba bersih dapat terdongkrak signifikan dan tentu saja dividen yang dibagi juga akan menjadi semakin besar.

ASGR adalah anak usaha grup astra yang bergerak dibidang digital printing, Z score berada dalam kisaran sangat aman dan ROE cukup tinggi sehingga dengan CFS yang lebih tinggi dari laba maka ia berpotensi dapat menjaga dividen yang dibagi ke pemegang saham public. P/S yang rendah memungkinkan adanya kenaikan laba yang didasarkan dari ekspansi marjin operasi.

Masih ada beberapa nama lagi yang dapat dilihat dan dipelajari dari tabel seleksi yang telah saya susun, ini menunjukkan bahwa beberapa saham yang dikategorikan “terbuang” pun memiliki atribut yang tidak kalah dibanding beberapa nama yang lebih tenar. Indofood (INDF) misalnya dengan ROE 23 % dan P/S 1.0 memiliki Z ratio “hanya” 2.8, dimana SCMA yang atribut ROE dan P/Snya hampir sama dengan INDF memiliki Z ratio yang lebih tinggi dari INDF. PJAA dengan ROE 15% , P/S 1.0 dan Z score 3.1 misalnya tidak kalah dari Jasa Marga yang ROEnya 14.5 % P/S 1.0 dan Z score 1.7.

Melihat dan mempelajari hasil seleksi diantara saham-saham yang “terbuang” diatas. Kita mungkin dapat sampai kepada konklusi bahwa tidak semua yang terbuang memang pantas dicampakkan, dan tidak semua saham yang selama ini asing kita dengar memang tidak layak kita hiraukan. Beberapa bisa saja memang masih memilki nilai-nilai berharga. Mungkin lain kali ketika kita melihat di layar runningtrade dan salah satu dari nama-nama tersebut lewat dan naik rally secara signifikan kita tidak akan terlalu cepat mencibir “ah gorengan!.”. bisa jadi gorengan kali ini tidak mengandung banyak kolesterol dan masih ada nilai “gizi”nya. Maka anda akan mengingat perjalanan bersama saya mengunjungi tempat yang “terbuang”.










Salam untuk Kumpulan Terbuang yang (Bukan) Jalang !






Minggu, 27 Juni 2010

Stream of (Hot) Money Flooding Our Country ?

Rupiah Anteng, Treasury Kenceng. ini siapa yg masuk sih?.


IDMA Index (Treasury Index Indonesia)





Foreign Ownership in Indonesia Govt Bond





USD-IDR





Cadangan Devisa Indonesia (Mei)




CDS Indonesia (5 tahun)





dan... JCI Foreign Flow











Did The Flood Streamin down your house?

Kamis, 24 Juni 2010

Seribu Jalan Menuju α+ ( 1st Note, Keynes Was A Value Investor)

Adalah mustahil bagi rata-rata investor untuk memperoleh Abnormal Return, atau Positive Alpha sebagaimana lazim disebut oleh akademisi. teori finance modern berpusat pada hipotesis market efisien (EMH) bahwa hampir mustahil bagi investor secara konstan mendapatkan return lebih tinggi daripada return pasar, karena pasar adalah akumulasi aksi-reaksi dari seluruh investor sehingga harga saham di pasar adalah cerminan dari seluruh informasi yang tersedia dan tidak dimungkinkan bagi investor untuk mengalahkan pasar secara konsisten dalam periode yang panjang. “Fund Manager Can’t Beat Market Because They Are Market Themselves!” begitu ditasbihkan oleh praktisi investasi pasif dan akademisi pengguna teori CAPM, pedas tapi mungkin benar, tidak mudah secara konsisten mengalahkan return pasar tanpa menaikkan risiko secara signifikan. Tapi juga tidak mustahil, karena sejarah mencatat hingga saat ini beberapa orang investor dan fund manager hebat telah membuktikan mereka sanggup melakukan itu, “the wizards of positive alpha creation!”. Reputasi dan tugas seorang manajer investasi/investor adalah mendapatkan alpha positif, mengalahkan tingkat return pasar secara konsisten. Sebuah perjuangan dan tantangan yang tidak mudah, namun yang berhasil melakukan ini adalah mereka yang layak disebut legenda, legenda dengan masing-masing pendekatan dan metode yang mereka gunakan. Kolom ini akan hadir tiap minggu membahas satu per satu pendekatan yang dapat digunakan dalam perjalanan kita mencari Alpha Positive. Seribu kisah dan cara mengalahkan pasar, semoga salah satu diantaranya bisa berguna untuk menambah preferensi dan pengetahuan para pembaca, dan membuktikan sendiri bahwa market tidaklah mustahil dikalahkan!.
Kita akan mulai dari cerita yang menurut saya paling menarik, cerita tentang sisi lain yang tidak banyak diketahui orang tentang ekonom yang paling populer sepanjang sejarah. cerita tentang John Maynard Keynes dan track recordnya sebagai manajer investasi brilian ;

Dalam buku Supermoney-nya Adam Smith (1972, John Wiley & Sons) diceritakan bahwa tahun 1970, Warren Buffet yang masih fund manager muda dan belum dikenal luas oleh publik mengirimkan koleksi laporan tahunan dari National Mutual Life Assurance yang Chairmannya adalah J.M Keynes kepada Adam Smith (bukan Adam Smith ekonom), tetapi reporter finansial yang menulis buku supermoney dan pertama kali memperkenalkan Warren Buffet kepada publik. Warren terinspirasi dari laporan tahunan Keynes dan akhirnya memutuskan untuk membuat Berkshire Hathaway’s Chairman letter to shareholders. informasi ini sangat menarik, dan membawa saya menelusuri sisi lain dari J.M Keynes. Tidak banyak Ekonom yang sukses sebagai investor dan reputasi Keynes sebagai investor ternyata sama hebatnya dengan teori ekonomi yang ia buat. Endowment Fund yang dimanage oleh Keynes, King’s College Chest Fund sepanjang tahun 1931-1945 tumbuh dari £ 30.000 menjadi £ 380.000 atau setara kenaikan 10 kali lipat sementara S&P 500 Index dan Indeks Saham London hanya tumbuh separuh nilai itu pada periode tersebut. Dan ini dicapai tanpa tambahan modal sekaligus penarikan berkala dana endowment untuk keperluan universitas.



Gaya Investasi J.M Keynes
Gaya Investasi Keynes bertransformasi dari seorang spekulator di awal karirnya (rugi besar karena spekulasi) menjadi value-investor dan contrarian player di tengah hingga akhir karirnya. Ada beberapa catatan menarik yang menyingkap filosofi investasi Keynes a.l ;

“. . . there are many individual investments of which the prospective yield is legitimately dominated by the returns of the comparatively near future . . . In the case of . . . public utilities [for example], a substantial
proportion of the prospective yield is practically guaranteed by monopoly privileges coupled with the right to charge such rates as will provide a certain stipulated margin.” – The General Theory

Keynes memahami prinsip keamanan dalam investasinya dalam kutipan diatas Keynes memberikan penekanan pada instrument investasi yang prospek masa depannya pasti dan dijamin keistimewaan monopoli sehingga kenaikan tarif berkala dapat memberikan margin yang pasti. Investasi semacam ini di Indonesia dapat ditemukan pada saham public utility semacam Perusahaan Gas Negara (PGAS) dan Jasa Marga (JSMR). Keduanya memiliki priviledge monopoli pada bisnisnya sekaligus kemampuan untuk menaikkan tariff secara berkala sehingga menjamin margin usaha dan pertumbuhan keuntungan yang tetap. Investor jangka panjang dapat menabung saham seperti ini di harga yang menarik dengan tingkat keamanan yang tinggi.

“. . . I am generally trying to look a long way ahead and am prepared to ignore immediate fluctuations, if I am satisfied that the assets and earning power are there . . . If I succeed in this, I shall simultaneously have achieved safety - first and capital profits. — Keynes to the Chairman of Provincial Insurance Company, February 6, 1942

Keynes mengorientasikan tujuannya pada jangka panjang dan siap mengacuhkan fluktuasi jangka pendek, selama ia puas dengan asset dan kemampuan meghasilkan laba dari investasinya, ia berpandangan dengan cara ini ia akan sekaligus mendapatkan keamanan dan keuntungan atas modalnya. Di bursa efek Indonesia terdapat beberapa saham dengan kualitas asset yang tinggi dan kemampuan menghasilkan laba jangka panjang (EPV) yang baik, diantaranya Semen Gresik (SMGR), Adaro Energy (ADRO) , Indofood (INDF).

“I believe now that successful investment depends on three principles: -

(1) a careful selection of a few investments (or a few types of investment) having regard to their cheapness in relation to their probable actual and potential intrinsic value over a period of years ahead and in relation to alternative investments at the time;

(2) a steadfast holding of these in fairly large units through thick and thin, perhaps for several years, until either they have fulfilled their promise or it is evident that they were purchased on a mistake;

(3) a balanced investment position, i.e. a variety of risks in spite of individual holdings being large, and if possible opposed risks (e.g. a holding of gold shares amongst other equities, since they are likely to move in opposite directions when there are general fluctuations).” – Memorandum For King’s College Estates Committee 1938

Prinsip yang dipercaya Keynes dapat membantu investor mencapai kesuksesan selain diversifikasi dan holding period yang panjang adalah pemilihan investasi harus dihubungkan dengan nilai intrinsik dan menariknya investasi tersebut dari sisi harga (murah) dibanding nilai riil nya, nilai masa depannya dan dibandingkan dengan instrumen investasi alternative. Contoh dari penerapan strategi ini adalah membeli saham dengan bisnis berkembang dan rate pertumbuhan tinggi di level multiple free cash flow (FCF 9-10 X Forward 1-2 tahun ke depan) kemudian memegangnya dalam periode yang cukup lama. Saham dengan tingkat pertumbuhan yang prospektif di bursa efek Indonesia diantaranya adalah BW Plantation (BWPT) dan XL Axiata (EXCL).


“My central principle of investment is to go contrary to general opinion, on the ground that, if everyone agreed about its merits, the investment is inevitably too dear and therefore unattractive. Now obviously I can ’ t have it both ways — the whole point of the investment is that most people disagree with it. So, if others concerned don’t feel enough confidence to give me a run, it is in the nature of the case that I must retire from unequal combat. – Letter to Eton Finances Committee

Keynes lebih senang menjadi contrarian dan percaya bahwa resep terbaik adalah mengambil posisi yang berlawanan dengan opini umum. Dan jika tidak ada keyakinan pada dua sisi (optimis dan pesimis) Keynes memilih untuk diam dan tidak mengambil posisi yang signifikan.

Catatan-catatan Keynes diatas mengimplikasikan bahwa John Maynard Keynes, ekonom paling berpengaruh abad ini meng-endorse pendekatan value investing yang menekankan pada diskon atas intrinsic value sebagai resepnya mendapatkan return portfolio yang impresif, dan tentu saja, melebihi return pasar pada periode itu. Pertanyaannya di kepala kita tentu saja, sebagaimana Benjamin Graham, John Maynard Keynes melakukan investasinya pada saat teknologi informasi belum semaju saat ini, dan expertise dari partisipan pasar belum sekompleks dan sehebat saat ini. Apakah strategi yang sama masih relevan saat ini ?. Jawabannya tentu akan sama-sama kita coba singkap dengan elaborasi dari metode dan pendekatan lain yang dilakukan oleh praktisi dan legenda-legenda lain yang sukses mengalahkan market secara konsisten, dan tentu saja. Membuktikan bahwa menghasilkan α+ secara konsisten tidaklah mustahil.


Semper Excelsius, Semper Fidelis, Semper Invicta!


Bagus.P.Perdana



Senin, 21 Juni 2010

Take A Ride With Me



Greeting Lad, Enjoy My Humble Space. Let the curtain open and the good-times roll..

"It's just that he was all alone. Always by himself. Never anyone to share the game. A man who lived in dreams -- that's who he was."
- Spike Spiegel, Cowboy Bebop : Knockin' On Heaven's Door