Minggu, 03 Oktober 2010

Seribu Jalan Menuju α+ ( 2nd Note, Growth Investing )

Growth Investing ; “Pace is the trick”






“Why would anyone want to own a mediocre company just because it’s cheap, when you can own and live with great companies?” – T Rowe Price



Sejenak kilas balik ke kelas kalkulus anda dulu, teori velositas ; cara menentukan koordinat sebuah benda yang bergerak dalam garis lurus. derivat pertama adalah Kecepatan (Speed, Velocity) , dan derivat kedua adalah akselerasi (Acceleration). Jika dianalogikan maka Growth investing, salah satu dari pembagian klasik dua gaya investasi (Value dan Growth) adalah pendekatan yang berkonsentrasi pada derivat kedua yakni “akselerasi”. Growth Investing menekankan emphasis besar pada tingkat pertumbuhan perusahaan, lonjakan pendapatan, laba, skala bisnis etc. seringkali bahkan menafikan dogma valuasi kuantitatif historikal wajar yang biasanya di agungkan oleh penganut” Value Investing”.

Sejarah dan Asal mula Growth-Investing





T Rowe Price

Kebanyakan dari kita akan menyebut Philip Fisher jika ditanya mengenai siapa pionir dalam Growth Investing, ini merujuk pada pernyataan Warren Buffet yang kita semua pasti sudah familiar (“I am 80 % Graham and 20 % Fisher”- Buffet) , meski ini ada benarnya (dalam ranah akademis karena Philip Fisher adalah yang pertama menuangkannya dalam buku Common Stock & Uncommon Profit di 1958), di dunia professional pengelolaan investasi, Money Manager legendaris pertama di wallstreet yang menggunakan pendekatan “Growth Investing” adalah T Rowe Price, pendiri T Rowe Price Investment Firm (didirikan 1937) yang saat ini mengelola AUM lebih dari 268 Bn US$ (1st Q 2009). T Rowe Price mendefinisikan “Growth Stock” sebagai ; “Saham pada perusahaan yang telah menunjukkan pertumbuhan jangka panjang yang menguntungkan pada laba bersihnya (favourable underlying longterm earning growth) dan setelah dilakukan pengecekan dan studi yang lebih cermat dapat memberikan indikasi pertumbuhan sekuler lanjutan di masa mendatang”.

Dengan kata lain, saham sebagaimana didefinisikan oleh Rowe Price diatas umumnya berada di area atau sektor yang masih “baru dan subur”. Dibeli di tahap pertumbuhan awal perusahaan dan dipegang pada saat laba mulai menunjukkan tren kenaikan hingga tren kenaikannya memudar (maturing).


Run & Gun Investing (Part Investing-Part Trading).

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, problem terbesar pada gaya “Growth Investing” adalah tidak pernah ada perkiraan masa depan yang bisa benar-benar tepat, analis dan manajer investasi seringkali terlalu optimis dan konfiden, saham growth dihargai di level premium dan jika tingkat pertumbuhannya meleset, peluangnya adalah anda berakhir sebagai investor yang membeli perusahaan “sedikit diatas standar” namun di harga yang amat mahal. Saya kenal beberapa teman dan manajer investasi yang menggunakan gaya ini untuk portfolionya, tapi kebanyakan dari mereka juga memiliki karakteristik trader yang disiplin, pada awalnya mereka melakukan due diligence dan analisis bottom-up yang cukup detail, parameter yang dicari ; kemungkinan “earning growth”, “earning acceleration”, earning surprises” (price multiple urusan belakangan). Namun biasanya para pemain growth ini punya disiplin yang ketat untuk “mundur” dan “jual” ketika scenario pertumbuhan perusahaan tidak berjalan sesuai yang diharapkan.



IDX sample case ; Figuring the next wave of growth, and ride it up.

Ok, kita sudah ulas bahwa growth investing adalah tentang fokus kepada derivat ke 2 dari teori kecepatan (akselerasi = earning growth and surprises). Atau jika ingin disederhanakan, kita cari perusahaan yang ;

• Velocity ; dijual dibawah forward earning rata2 pasar namun memiliki kualitas perusahaan yang baik (premium ROE) dan

• Acceleration ; memiliki ekspektasi pertumbuhan laba diatas rata-rata pasar.

Lalu dimana kita mencari sektor yang akan tumbuh dan mencoba mengaplikasikan strategi growth di bursa efek Indonesia ? ;


Demography Engine

Indonesia adalah Negara bertumbuh dengan demografi penduduk usia produktif (dan konsumtif) yang masif, sensus BPS 2010 memberikan data bahwa 45 % dari 240 juta penduduk di Indonesia adalah pada usia 15-39 Tahun dan sedang mengalami peningkatan kelas ekonomi dan daya beli. Jadi sektor dengan eksposur langsung terhadap segmen monster-market ini akan memiliki prospek pertumbuhan yang optimal.

Low Rate Environment Fuel

Indonesia sedang menikmati rezim suku bunga rendah sebagai kombinasi dari membaiknya struktur ekonomi dan rendahnya suku bunga di pasar global. Yang berarti tingkat pembiayaan atas konsumsi dari pasar massal sedang berada pada tingkat yang relatif rendah justru di saat permintaan membludak akibat dari bertambahnya penduduk usia produktif dan daya beli konsumsi yang meningkat karena pertumbuhan ekonomi. Sektor konsumsi, otomotif, properti, perbankan dan pembiayaan memiliki eksposur langsung terhadap gelombang prospek tersebut. Namun tidak semuanya memiliki upside potensial yang cukup tinggi di level harga saat ini yang sudah semakin tinggi (IDX pada posisi 3500 dengan forward PE ratio 15-15.5 X).

Dihargai dibawah forward earning IDX namun dengan prospek pertumbuhan diatas 15%?





dari beberapa sektor yang disebutkan diatas, salah satu yang memenuhi kriteria potensial sebagai sektor dengan saham-saham growth adalah sektor pembiayaan (multifinance), menarik karena cenderung belum dilirik banyak pihak namun memiliki eksposur langsung terhadap mass-market dan low rate environment. Banyak orang beranggapan multifinance lebih beresiko dari perbankan namun data BI menyebutkan rata2 NPL untuk kredit konsumsi multifinance saat ini berkisar 2.0 % atau dibawah rata-rata perbankan yang sebesar 3.3 %. Dengan ruang pertumbuhan dan margin usaha yang masih cukup tinggi, oleh karena itu banyak Bank besar tanah air saat ini membeli atau mendirikan perusahaan multifinance sebagai sarana penyaluran kredit sekaligus mendongkrak ruang pertumbuhan usaha mereka. Pemain utama di segmen multifinance adalah perushaan leasing grup astra (Astra Sedaya) dengan tingkat profitabilitas dan kualitas aset yang sangat baik, sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing dan memiliki rating obligasi yang sangat baik. namun sayangnya tidak listing di BEI. dua nama potensial lain di sektor pembiayaan adalah Adira Multifinance dan BFI finance, dua-duanya dimiliki dan di back-up kepemilikannya oleh institusi besar, memiliki GCG yang cukup baik, model bisnis yang cukup baik tercermin dari ROE yang diatas rata-rata, namun dengan tingkat potensi pertumbuhan laba jauh diatas rata-rata saham IDX. Sebagaimana mungkin guru matematika SMA anda akan berkata ; “Big Leap is on the 2nd derivation of speed, Acceleration !”.




Semper Excelsius, Semper Fidelis, Semper Invicta!


Bagus.P.Perdana, Jakarta 2010

4 komentar:

kisut mengatakan...

kang ocoy, pusing kalo latarnya hitam. kenapa gk pake latar putih dgn tulisan hitam aja?

Unknown mengatakan...

Kang, bagaimana cara yg benar utk menyikapi PBV ADMF yg sudah 3.4x (jauh diatas average PBV multifinance) tetapi growth dan profitability nya masih bagus. Maksudnya sebagai acuan untuk conviction buy/hold nya. Apakah ini masih bisa menjadi benchmark yg layak dalam kasus ini? Atau lebih gampang kembali ke future prospect view dan DCF aja?

BTW kang, untuk retail ada gak ya tool yang reliable buat filter FA selain reuters?

Thank you,
Vince

Bagus Putra Perdana mengatakan...

@ kisut : pake template dari blogspot aja sih, belum ada waktu utak utik layout..

@ vince : paling enggak bisa dilakukan pendekatan yang agak bersifat kuantitatif, persamaan PBV level itu penyederhanaan dari nilai aset buku (secara akunting) harus bisa generate pengembalian atas nilai buku tersebut di tingkat return yang memadai. pendeknya. PBV 1.0 itu harusnya bisa generate ROE 15 %.
nah pada kasus ini, seperti umumnya perusahaan jasa dia lebih bergantung ke model business dibanding penggunaan aset tetap. jadi bisa dimaklumi kalo BV equity nya rendah, triknya adalah apakah ROE nya bisa stabil dan sustainable dilevel saat ini. kalo iya hitungan PBV rating wajar kira2 seperti ini.

ROE perusahaan / 15 % lalu dipangkat 1.5 (asumsi business masih bisa compound dalam waktu 5-7 tahun). pada kasus ADMF ini maka kalo kita anggap sustainable ROE levelnya adalah 53 % maka (0.53/0.15) ^ 1.5 = 6.64 X. PBV bisa dihargai hingga 6.64 X. kuncinya mesti tau sustainable ROE level, dari core businessnya.

Anonim mengatakan...

Kang Bagus, dilihat dari laporan keuangannya memang ADMF terlihat superior.

Kalau bicara tentang prospek, bagaimana kans ADMF melawan financing yg merupakan anak perusahan dari bank seperti BCA finance yang notabene mendapatkan fund source lebih murah?

Sekarang ini yang saya tahu:

financing murni --> persayaratan mudah tapi interest rate tinggi

financing dari bank --> persayaratan lebih ketat tapi interest rate rendah

Sebagai sebuah bisnis ADMF memang hebat. Tapi dgn ancaman dari newcomers tsb bagaimana?

Mohon petunjuknya Kang.